Buku Individu Hasil Karya Kepala Madrasah

Karya perdana Kepala Madrasah yang merupakan hasil Pelatihan Menulis Buku yang diselenggarakan atas kerjasama Pusat Pengembangan Profesi Guru (P3G) Jawa Timur dan Penerbit Delta Pustaka.

Buku Kolaborasi Hasil Karya Kepala Madrasah

Karya Kepala MI Nurul Jannah NW Ampenan di Musim Pandemi Covid-19 kolaborasi dengan Kepala MIN 2 Kota Mataram.

14 Buku Kolaborasi Hasil Karya Kepala Madrasah

14 Buku ini merupakan Hasil Karya Kepala Madrasah yang melakukan Kolaborasi dengan bapak dan ibu Guru Se-Indonesia.

Kepala Madrasah Menjadi Pemateri dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI

Sosialisasi 4 Pilar MPR-RI yang dilaksanakan oleh komunitas belajar atas prakarsa Kepala SMPN 10 Mataram, Kepala Madrasah mendapat tugas untuk menjadi nara sumber salah satu empat pilar tersebut.

Pengolahan Bubur Kertas (MoU dengan POSYANTEK AMPENAN)

Dalam rangka memperluas jaringan dan membekali siswa-siswi dengan skill yang memadai terutama dalama menghadapi perkembangan zaman yang semakin rumit dan sulit, Kepala Madrasah membuat MoU dengan POSYANTEK Ampenan untuk melatih membuat aneka kerajinan dari bubur kertas.

Imtaq Bersama (Setiap Hari Selasa-Kamis)

Untuk mempersiapkan generasi yang kuat iman dan islamnya, maka Kepala Madrasah bersama bapak-ibu guru memprogramkan kegiatan imtaq bersama yang diawali dengan pembacaan shalawat Nahdlatain, asma'ul husna, juz 'amma, latihan pidato, tausiyah, doa, dan diakhiri dengan shalat duha berjamaah.

Latihan Manasik Haji (Program Tahunan)

Sebagai langkah awal untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima, Kepala Madrasah bersama bapak-ibu guru membuat program tahunan, yakni melakukan latihan manasik haji di kantor embarkasi Lombok dengan harapan mudah-mudahan memiliki ilmu yang mumpuni dan segera memiliki nasib ke baitullah al haram.

Upacara Hari Santri (Kegiatan Tahunan Siswa)

Sebagai warga negara yang nasionalis, Kepala Madrasah bersama warga madrasah melakukan upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional terutama hari santri yang merupakan hari kebanggaan bagi santri pondok pesantren seluruh Indonesia.

Upacara Hari Santri (Kegiatan Tahunan Guru)

Sebagai warga negara yang nasionalis, Kepala Madrasah bersama warga madrasah melakukan upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional terutama hari santri yang merupakan hari kebanggaan bagi santri pondok pesantren seluruh Indonesia.

Lomba Calistung MI Se-Kota Mataram

Untuk mengasah bakat, minat, dan ilmu pengetahuan yang diperoleh, siswa-siswi unjuk gigi dalam setip event lomba, baik yang diadakan oleh FKKMI, KKM, maupun lembaga/instansi lainnya.

Minggu, 27 Oktober 2024

Allah Sembunyikan 3 Perkara dalam 3 Perkara

 

Allah Sembunyikan 3 Perkara dalam 3 Perkara

  

 الحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ،

Dalam kehidupan ini ada hal-hal yang tampak secara jelas sehingga setiap orang bisa menyikapinya dengan mudah. Demikian pula ada hal-hal yang tersembunyi sehingga tidak mudah menyikapinya. Jika Allah merahasiakan sesuatu, pasti Allah memiliki maksud tertentu tetapi dengan tujuan yang jelas. Menurut Ali Zainal Abidin bin Husein radhiallahu anhuma, Allah menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara sebagaimana dikutip Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam kitab Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wal Ushul al-Hikamiyyah

إنَّ اللهَ خَبَّأَ ثَلَاثًا فِى ثَلَاثٍ : خَبَّأَ رِضَاهُ فِيْ طَاعَتِهِ فَلَاتَحْقِرُوا مِنْ طَاعَتِهِ شَيْئاً فَلَعَلَّ رِضَاهُ فِيْهِ، وَخَبَّأَ سُخْطَهُ فِيْ مَعْصِيَتِهِ فَلَا تَحْقِرُوْا مِنْ مَعْصِيَتِهِ شَيْئًا فَلَعَلَّ سُخْطَهَ فِيْهِ، وَخَبّأَ وِلَايَتَه فِي خَلْقِه فَلَا تَحقِرُوْا مِن عِبَادِهِ اَحدًا فَلَعَلهُ وَلِيُّ اللهِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara. Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya, maka jangan remehkan sesuatu pun dari ketaatan kepada-Nya, mungkin di situlah letak ridha-Nya. Allah menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat, maka jangan meremehkan sesuatu dari maksiat kepada-Nya, mungkin di situlah letak murka-Nya. Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara makhluk-Nya, maka jangan meremehkan siapa pun dari hamba-hamba-Nya, mungkan ia adalah wali-Nya.”

Pertama, Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya. Perintah-perintah Allah banyak sekali jumlahnya. Dari yang banyak itu mungkin banyak pula yang telah kita laksanakan. Tetapi kita tidak tahu dari amal-amal ketaatan itu manakah yang mendapatkan ridha dari Allah karena Allah memang tidak memperlihatkan ridha-Nya atas amal-amal itu kepada hamba-hamba-Nya. 

Hal tersebut dimaksudkan agar hamba-hamba Allah tidak mudah merasa puas, lalu menyia-nyiakan kesempatan melakukan amal-amal kebaikan lainnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan suatu amal kebaikan baik yang berat maupun yang ringan, baik yang populer di mata masyarakat maupun yang tidak populer setiap kali ada kesempatan untuk melakukannya. Jangan-jangan Allah justru memberikan ridha-Nya atas amal yang kebanyakan orang menganggapnya remeh temeh. 

Dalam kaitan ini ada kisah yang sangat penting untuk menjadi rujukan berupa sebuah kisah mimpi yang sangat menarik, yakni kisah tentang bagaimana Imam al-Ghazali bisa masuk surga karena kebaikan yang sepele. Kisah itu sebagai berikut:

رُؤيَ الغَزَالِيُّ فِى النَّوْمِ فَقِيْلَ لَهُ: مَا فَعَلَ اللهُ بِكَ؟، فَقَالَ أَوْقَفَنِي بَيْنَ يَدَيْهِ، وَقَالَ لِي: بِمَ قَدَّمْتَ عَلَيَّ؟، فَصَرْتُ أذْكُرُ أَعْمَالِيْ، فَقَالَ: لِمَ أَقْبَلُهَا، وَإِنَّمَا قَبِلْتُ مِنْكَ ذَاتَ يَوْمٍ نَزَلَتْ ذُبَابَةٌ عَلَى مِدَادِ قَلَمِكَ لِتَشْرَبَ مِنْهُ وَأَنْتَ تَكْتُبُ فَتَرَكْتَ اْلكِتَابَةَ حَتَّى أَخَذَتْ حَظَّهَا رَحْمَةً بِهَا، ثُمَّ قَالَ تَعَالَى: اَمْضُوْا بِعَبْدِيْ إِلَى اْلجَنَّةِ.

Artinya: Dalam mimpi itu Imam al-Ghazali ditanya seseorang, “Bagaimana perlakuan Allah terhadap engkau? Beliau menjawab, “Allah SWT membawaku ke hadapan-Nya, lalu Allah berfirman kepadaku, “Lantaran apa Aku membawamu ke sisi-Ku? Aku pun menyebutkan berbagai perbuatanku. Dia berfirman, “Kami tidak menerimanya, sesungguhnya yang Kami terima darimu adalah pada suatu hari ada seekor lalat hinggap pada wadah tintamu untuk meminumnya, padahal kamu sedang menulis, lalu kamu menghentikan tulisanmu hingga seekor lalat itu itu selesai meminumnya, kamu lakukan hal itu karena kasihan terhadap lalat tersebut. Kemudian Allah memerintahkan, “Bawalah hamba-Ku ini ke surga.” (lihat Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Nashaihul ‘Ibad [Surabaya: Nurul Huda, tanpa tahun], hal. 3). 

Jadi kisah di atas menceritakan bahwa Hujjatul Islam Imam al-Ghazali masuk surga bukan karena kitab-kitab yang beliau tulis dalam jumlah sangat banyak, tetapi karena membiarkan seekor lalat masuk ke wadah tinta yang beliau gunakan untuk menulis kitab. Nyamuk itu bermaksud minum karena haus hingga ia puas dan terbang meninggalkan Imam al-Ghazali. 

Kedua, Allah menyembunyikan murka-Nya atas perbuatan maksiat yang dilakukan hamba-Nya dan bukannya langsung memberikan hukuman atau azab atas kemaksiatan itu. Setiap kemaksiatan menimbulkan murka Allah kepada pelakunya, namun Allah tidak memperlihatkan murka-Nya yang dapat dirasakan langsung oleh pelakunya. 

Oleh karena itu hendaknya kita tidak mengganggap enteng atas kemaksiatan yang telah kita lakukan betapa pun kecilnya sebab bisa jadi Allah telah sangat murka atas kemaksiatan itu. Hal ini maksudnya agar kita tidak meremehkannya. Apalagi kemaksiatan itu kemudian diikuti dengan kemaksiatan-kemaksiatan lain yang justru menambah murka Allah subhanhu wa ta’ala

Intinya adalah setiap kemaksiatan harus menjadi perhatian kita karena bisa jadi Allah sangat marah atas kemaksiatan itu. Oleh karena itu kita dianjurkan untuk banyak-banyak memohon ampun dengan memperbanyak istighfar agar Allah mengampuni dosa-dosa yang telah kita perbuat, diikuti dengan penyesalan dan bertobat. 

Ketiga, Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara makhluk-Nya. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak meremehkan siapa pun dari hamba-hamba-Nya karena mungkin ia adalah waliyullah. Dengan kata lain kita sesungguhnya tidak perlu mengorek-ngorek apakah seseorang adalah waliyullah atau bukan terutama jika upaya ini hanya akan membuat kita meremehkan orang itu setelah kita meyakini bahwa ia bukan seorang wali. 

Justru seharusnya ketika Allah sengaja merahasiakan para wali-Nya dari hamba-hamba-Nya, maka kita sebaiknya memiliki keyakinan bahwa setiap orang sebaiknya kita hormati sebab mereka memang pantas dihormati karena kemanusiaannya. Allah sendiri memuliakan mereka sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut: 

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rejeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang sempurna.” (QS. Al-Isra’: 70) 

Selain itu, agar kita tidak gampang meremehkan orang lain dan justru terdorong untuk menghormatinya, kita perlu meyakini bahwa setiap orang memiliki kelebihan masing-masing. Cara ini lebih menjamin keselamatan kita dari meremehkan orang lain. Sebuah pepatah bahasa Arab menyatakan: 

 لَا تَحْتَقِرْ مَنْ دُوْنَكَ لِكُلِّ شَيْئٍ مَزِيَّةٌ

Artinya: “Janganlah engkau meremehkan orang lain sebab segala sesuatu (atau setiap orang) memiliki kelebihannya sendiri (yang kita mungkin tidak memilikinya). 

Pepatah tersebut sejalan dengan firman Allah subhanahu wata'ala di dalam Al-Qur’an sebagai berikut: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)

Allah sengaja merahasiakan tiga perkara dalam tiga perkara sebagaimana disebutkan di atas agar manusia bersikap hati-hati dan berbuat adil baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kesemua ini tidak lain adalah demi kebaikan kita masing-masing baik di dunia maupun akhirat. 

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ

 

Jumat, 18 Oktober 2024

Penghasilan sebab Ghasab, Haramkah?

 

Penghasilan sebab Ghasab, Haramkah?

 

Menggunakan sesuatu tanpa izin termasuk dalam keumuman ayat tentang larangan memakan harta orang lain dengan batil. Allah Swt. berfirman:

 وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ 

 Artinya, "Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil," (Al-Baqarah [2]:188)

Dalam pandangan fiqih menguasai manfaat yang dimiliki orang lain secara zalim, menggunakan tanpa izin disebut dengan ghasab yang hukumnya haram. Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu'in, [Beirut, Darul Ibnu Hazm, t.t: 281) sebagai berikut:

 فصل [في بيان أحكام الغصب] الغصب: استيلاء على حق غير ولو منفعة كإقامة من قعد بمسجد أو سوق بلا حق كجلوسه على فراش غيره وإن لم ينقله وإزعاجه عن داره وإن لم يدخلها وكركوب دابة غيره واستخدام عبده

 Artinya, "Penjelasan tentang Hukum Ghasab (perampasan). Ghasab adalah menguasai hak orang lain, meskipun berupa manfaat, seperti mengusir orang yang duduk di masjid atau pasar tanpa hak, atau duduk di atas tikar milik orang lain meskipun tidak memindahkannya, mengusir seseorang dari rumahnya meskipun ia tidak memasukinya, atau menunggangi hewan milik orang lain, dan memanfaatkan budaknya."

Konsekuensi perbuatan ghasab ini selain berdosa juga harus mengganti jika mempunyai nilai dan harga karena bukan didapatkan secara gratis, atau meminta penghalalan (istihlal) dari yang bersangkutan.

Selama jual beli yang dilakukan sesuai syariat, yaitu memenuhi rukun dan syaratnya, tidak menipu, tidak merugikan orang lain, serta komoditi yang ditransaksikan legal menurut syara' dan hukum negara, maka keuntungan yang didapatkannya adalah halal.

Dalam sebuah kasus tentang permasalahan seseorang yang meng-ghasab sebuah panah kemudian panahnya digunakan untuk berburu, maka hak milik hasil buruannya itu adalah pelaku ghasab tersebut. Hanya saja, pelaku ini wajib memberikan biaya penggunaan panah tersebut kepada pemiliknya. Berikut selengkapnya dijelaskan oleh Imam al-Baghawi dalam kitab at-Tahdzib fi Fiqhis Syafi'i, (Beirut, Darul Kutub Ilmiyah, 1997: VIII/27).

 ولو غصب رجل سهمًا، فاصطاد به: كان الصيد للغاصب، وكذلك: لو غصب شبكة، فنصبها، فتعلق بها صيد-: كان للغاصب، وعليه أجر مثل السهم، والشبكة للمالك

 Artinya, “Jika seseorang meng-ghasab sebuah panah, lalu berburu dengannya, maka hasil buruannya menjadi milik si peng-ghasab. Begitu pula jika seseorang meng-ghasab jaring, lalu memasangnya, dan mendapatkan tangkapan, maka hasil tangkapannya adalah milik si peng-ghasab. Namun, dia wajib membayar sewa atau biaya (ujrah mitsil) penggunaan panah dan jaring tersebut kepada pemiliknya."

Dapat disimpulkan bahwa penghasilan yang diperoleh dari jual beli online dengan sarana HP yang sistemnya di update dengan jaringan wifi ghasab adalah halal, selama jual beli yang dilakukan telah sesuai syariat, yakni memenuhi rukun dan syarat jual beli, tidak mengandung penipuan, serta komoditi yang ditansaksikan legal menurut syara' dan hukum Negara. Namun demikian, ia berkewajiban mengganti biaya penggunaan wifi yang digunakan tanpa izin atau meminta kehalalanya kepada pihak yang bersangkutan atau pemiliknya. Wallahu a'lam.

 

Hukum Gurauan Cerai

 

Hukum Gurauan Cerai

 

Sebaiknya seorang laki-laki yang beristri selalu menjaga lisannya dari kata-kata yang mengandung makna perceraian, meskipun dalam konteks bercanda. Karena Rasulullah saw bersabda:

 ثَلاثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وهَزْلُهُنَّ جِدٌّ: النِّكاحُ، والطَّلاقُ، والرَّجْعَةُ

Artinya, "Ada tiga hal yang seriusnya dihukumi serius, bercandanya pun dihukumi serius, yaitu: nikah, talak, dan rujuk". (HR At-Tirmidzi).

Berdasarkan hadits ini, kata 'seandainya' yang diucapkan seseorang yang menunjukkan bahwa pertanyaan tersebut hanya sebatas candaan, tetap dihukumi sama seperti ucapan yang serius.
 Sebab itu, sebaiknya jauhi candaan yang menyangkut talak. Berbeda dengan bercanda dengan mengisahkan dan memeragakan adegan talak, secara fiqih tidak dianggap sebagai talak.
(Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu'in, [Beirut: Dar Ibn Hazm, tt], halaman 507).
            Dalam hukum Islam shighat (ucapan) talak dibagi menjadi dua:

1.      Talak sharih (jelas), yaitu kalimat yang tidak memiliki kemungkinan makna lain selain talak. Contohnya seperti kalimat: "Aku ceraikan kamu" atau "Aku telah menjatuhkan talak pada istriku". Jika seorang suami mengucapkan sighat talak sharih, maka otomatis jatuh talak, meskipun tanpa disertai niat menceraikan istri.

2.       Talak kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang memiliki kemungkinan makna lain selain talak. Contohnya seperti kalimat: "Aku telah berpisah dengan istriku". Kata 'berpisah' selain bisa dimaknai sebagai perceraian, bisa juga dimaknai sebagai terpisah secara fisik karena jarak yang jauh. Talak yang diucapkan dengan shighat kinayah tidak berdampak pada putusnya ikatan pernikahan kecuali jika disertai dengan niat menceraikan istri.

Dalam kitab Fathul Mu'in disebutkan: 

لو قال لوليها: زوّجها فمقر بالطلاق

Artinya, "Jika seorang laki-laki berkata kepada wali istrinya: "Nikahkanlah dia (istriku), maka laki-laki tersebut berarti telah mengakui (beriqrar) bahwa istrinya sudah dicerai olehnya." (Al-Malibari, 509).

Hal ini karena, dengan mempersilahkan wali istrinya untuk menikahkannya, artinya suami telah memutus ikatan pernikahan dengan istrinya. Karena salah satu syarat seorang perempuan halal dinikahi adalah tidak memiliki ikatan pernikahan dengan siapapun.

Kita juga perlu melihat kaidah bahasa sebagaimana penjelasan Imam As-Suyuthi berikut:

إنَّمَا يَتَجَاذَبُ الْوَضْعُ وَالْعُرْفُ فِي الْعَرَبِيِّ، أَمَّا الْأَعْجَمِيُّ فَيُعْتَبَر عُرْفُهُ قَطْعًا

Artinya, "Kontradiksi antara penggunaan makna asal dan makna yang berlaku secara umum hanya terjadi dalam bahasa Arab. Adapun bahasa selain Arab, yang dipandang adalah makna yang berlaku secara umum." (Al-Asybah wan Nazhair [Beirut, Darul Kutubil 'Ilmiyyah: 1983], halaman 95).

 

Kamis, 10 Oktober 2024

PERBEDAAN JUMLAH AYAT DI SETIAP SURAT DALAM MUSHAF QIRA'AT

 

 

 

 PERBEDAAN JUMLAH AYAT DI SETIAP SURAT DALAM MUSHAF QIRA'AT📚

Keterangan :
🟢 Nomor 1️⃣ = Mushaf Qira'at 'Ashim dengan riwayat Syu'bah dan Hafsh (6.236 Ayat) { MADZHAB AL-KUFI }

🔵 Nomor 2️⃣ = Mushaf Qira'at Nafi' dengan riwayat Qalun dan Warsy (6.214 Ayat) { MADZHAB AL-MADANI }

🟤Nomor 3️⃣ = Mushaf Qira'at Ibnu Katsir dengan riwayat Al-Bazzi dan Qunbul (6.220 Ayat) { MADZHAB AL-MAKKI }

NO     1️⃣          2️⃣ 3️⃣

   1. Al-Fatihah 7 | 7 |7
   2. Al-Baqarah 286 | 285 | 285
   3. Ali Imran 200 | 200 | 200
   4. An-Nisa 176 | 175 | 175
   5. Al-Maidah 120 | 122 | 122
   6. Al-An'am 165 | 167 | 167
   7. Al-A'raf 206 | 206 | 206
   8. Al-Anfal 75 | 76 | 76
   9. At-Taubah 129 | 130 | 130
   10. Yunus 109 | 109 | 109
   11. Hud 123 | 121 | 121
   12. Yusuf 111 | 111 | 111
   13. Ar-Ra'd 43 | 44 | 44
   14. Ibrahim 52 | 54 | 54 |
   15. Al-Hijr 99 | 99 | 99
   16. An-Nahl 128 | 128 | 128
   17. Al-Isra 111 | 110 | 110
   18. Al-Kahf 110 | 105 | 105
   19. Maryam 98 | 99 | 99
   20. Thaha 135 | 134 | 134
   21. Al-Anbiya 112 | 111 | 111
   22. Al-Hajj 78 | 76 | 77
   23. Al-Mu'minun 118 | 119 | 119
   24. An-Nur 64 | 62 | 62
   25. Al-Furqan 77 | 77 | 77
   26. Asy-Syu'ara 227 | 226 | 226
   27. An-Naml 93 | 95 | 95
   28. Al-Qashash 88 | 88 | 88
   29. Al-Ankabut 69 | 69 | 69
   30. Ar-Rum 60 | 59 | 59
   31. Luqman 34 | 33 | 33
   32. As-Sajdah 30 | 30 | 30
   33. Al-Ahzab 73 | 73 | 73
   34. Saba' 54 | 54 | 54
   35. Fathir 45 | 46 | 45
   36. Yasin 83 | 82 | 82
   37. Ash-Shaffat 182 | 182 | 182
   38. Shad 88 | 86 | 86
   39. Az-Zumar 75 | 72 | 72
   40. Ghafir 85 | 84 | 84
   41. Fushilat 54 | 53 | 53
   42. Asy-Syura 53 | 50 | 50
   43. Az-Zukhruf 89 | 89 | 89
   44. Ad-Dukhan 59 | 56 | 56
   45. Al-Jatsiyah 37 | 36 | 36
   46. Al-Ahqaf 35 | 34 | 34
   47. Muhammad 38 | 39 | 39
   48. Al-Fath 29 | 29 | 29
   49. Al-Hujurat 18 | 18 | 18
   50. Qaf 45 | 45 | 45
   51. Adz-Dzariyat 60 | 60 | 60
   52. Ath-Thur 49 | 47 | 47
   53. An-Najm 62 | 61 | 61
   54. Al-Qamar 55 | 55 | 55
   55. Ar-Rahman 78 | 77 | 77
   56. Al-Waqi'ah 96 | 99 | 99
   57. Al-Hadid 29 | 28 | 28
   58. Al-Mujadalah 22 | 21 | 21
   59. Al-Hasyr 24 | 24 | 24
   60. Al-Mumtahanah 13 | 13 | 13
   61. Ash-Shaf 14 | 14 | 14
   62. Al-Jumuah 11 | 11 | 11
   63. Al-Munafiqun 11 | 11 | 11
   64. At-Taghabun 18 | 18 | 18
   65. Ath-Thalaq 12 | 12 | 12
   66. At-Tahrim 12 | 12 | 12
   67. Al-Mulk 30 | 31 | 31
   68. Al-Qalam 52 | 52 | 52
   69. Al-Haqqah 52 | 52 | 52
   70. Al-Ma'arij 44 | 44 | 44
   71. Nuh 28 | 30 | 30
   72. Al-Jin 28 | 28 | 28
   73. Al-Muzzammil 20 | 18 | 20
   74. Al-Muddatsir 56 | 55 | 55
   75. Al-Qiyamah 40 | 39 | 39
   76. Al-Insan 31 | 31 | 31
   77. Al-Mursalat 50 | 50 | 50
   78. An-Naba' 40 | 40 | 41
   79. An-Nazi'at 46 | 45 | 45
   80. 'Abas 42 | 42 | 42
   81. At-Takwir 29 | 29 | 29
   82. Alinfithar 19 | 19 | 19
   83. Al-Muthaffifin 36 | 36 | 36
   84. Alinsyiqaq 25 | 25 | 25
   85. Al-Buruj 22 | 22 | 22
   86. Ath-Thariq 17 | 17 | 17
   87. Al-A'la 19 | 19 | 19
   88. Al-Ghasyiah 26 | 26 | 26
   89. Al-Fajr 30 | 32 | 32
   90. Al-Balad 20 | 20 | 20
   91. Asy-Syams 15 | 15 | 15
   92. Al-Lail 21 | 21 | 21
   93. Adh-Dhuha 11 | 11 | 11
   94. Al-Insyirah 8 | 8 | 8
   95. At-Tin 8 | 8 | 8
   96. Al-'Alaq 19 | 20 | 20
   97. Al-Qadr 5 | 5 | 6
   98. Al-Bayyinah 8 | 8 | 8
   99. Az-Zalzalah 8 | 9 | 9
100. Al-'Adiyat 11 | 11 | 11
   101. Al-Qari'ah 11 | 10 | 10
   102. At-Takatsur 8 | 8 | 8
   103. Al-'Ashr 3 | 3 | 3
   104. Al-Humazah 9 | 9 | 9
   105. Al-Fiil 5 | 5 | 5
   106. Quraisy 4 | 5 | 5
   107. Al-Ma'un 7 | 6 | 6
   108. Al-Kautsar 3 | 3 | 3
   109. Al-Kafirun 6 | 6 | 6
   110. An-Nashr 3 | 3 | 3
   111. Al-Masad 5 | 5 |
   112. Al-Ikhlas 4 | 4 | 5
   113. Al-Falaq 5 | 5 | 5
   114. An-Nas 6 | 6 | 7

Bantu Siapa pun yang Membutuhkan

  Bantu Siapa pun yang Membutuhkan الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْ...