Buku Individu Hasil Karya Kepala Madrasah

Karya perdana Kepala Madrasah yang merupakan hasil Pelatihan Menulis Buku yang diselenggarakan atas kerjasama Pusat Pengembangan Profesi Guru (P3G) Jawa Timur dan Penerbit Delta Pustaka.

Buku Kolaborasi Hasil Karya Kepala Madrasah

Karya Kepala MI Nurul Jannah NW Ampenan di Musim Pandemi Covid-19 kolaborasi dengan Kepala MIN 2 Kota Mataram.

14 Buku Kolaborasi Hasil Karya Kepala Madrasah

14 Buku ini merupakan Hasil Karya Kepala Madrasah yang melakukan Kolaborasi dengan bapak dan ibu Guru Se-Indonesia.

Kepala Madrasah Menjadi Pemateri dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI

Sosialisasi 4 Pilar MPR-RI yang dilaksanakan oleh komunitas belajar atas prakarsa Kepala SMPN 10 Mataram, Kepala Madrasah mendapat tugas untuk menjadi nara sumber salah satu empat pilar tersebut.

Pengolahan Bubur Kertas (MoU dengan POSYANTEK AMPENAN)

Dalam rangka memperluas jaringan dan membekali siswa-siswi dengan skill yang memadai terutama dalama menghadapi perkembangan zaman yang semakin rumit dan sulit, Kepala Madrasah membuat MoU dengan POSYANTEK Ampenan untuk melatih membuat aneka kerajinan dari bubur kertas.

Imtaq Bersama (Setiap Hari Selasa-Kamis)

Untuk mempersiapkan generasi yang kuat iman dan islamnya, maka Kepala Madrasah bersama bapak-ibu guru memprogramkan kegiatan imtaq bersama yang diawali dengan pembacaan shalawat Nahdlatain, asma'ul husna, juz 'amma, latihan pidato, tausiyah, doa, dan diakhiri dengan shalat duha berjamaah.

Latihan Manasik Haji (Program Tahunan)

Sebagai langkah awal untuk menyempurnakan rukun Islam yang kelima, Kepala Madrasah bersama bapak-ibu guru membuat program tahunan, yakni melakukan latihan manasik haji di kantor embarkasi Lombok dengan harapan mudah-mudahan memiliki ilmu yang mumpuni dan segera memiliki nasib ke baitullah al haram.

Upacara Hari Santri (Kegiatan Tahunan Siswa)

Sebagai warga negara yang nasionalis, Kepala Madrasah bersama warga madrasah melakukan upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional terutama hari santri yang merupakan hari kebanggaan bagi santri pondok pesantren seluruh Indonesia.

Upacara Hari Santri (Kegiatan Tahunan Guru)

Sebagai warga negara yang nasionalis, Kepala Madrasah bersama warga madrasah melakukan upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional terutama hari santri yang merupakan hari kebanggaan bagi santri pondok pesantren seluruh Indonesia.

Lomba Calistung MI Se-Kota Mataram

Untuk mengasah bakat, minat, dan ilmu pengetahuan yang diperoleh, siswa-siswi unjuk gigi dalam setip event lomba, baik yang diadakan oleh FKKMI, KKM, maupun lembaga/instansi lainnya.

Kamis, 20 Februari 2025

Tiga Bekal Terbaik Bertemu Bulan Suci Ramadhan

 

Tiga Bekal Terbaik Bertemu Bulan Suci Ramadhan

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ومن تبعهم بإحسان الى يوم القيامة. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الناس أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

Allah SWT syariatkan Ibadah Puasa di Bulan suci Ramadhan bukan untuk menyusahkan hamba-hambaNya, Allah syariatkan sama sekali bukan untuk memberatkan kita semuanya. Akan tetapi Allah ingin agar hati kita menjadi bersih dan suci bening kembali. Allah ingin dengan bulan Ramadhan, kita mendapatkan ampunan-Nya. Allah ingin dengan bulah Ramadhan, kita ditempa dengan pendidikan yang luar biasa sehingga menjadi hamba-hamba yang bertakwa kepada Allah SWT.

Dalam rangka menyambut dan menghadapi bulan suci Ramadhan yang penuh dengan kemuliaan dan keberkahan, mari kita siapkan bekal terbaik dan termulia agar kita siap, bahagia dan tulus ikhlas melaksanakannya. Allah SWT berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)

Berdasarkan firman Allah SWT tersebut, maka dalam rangka menyambut dan menghadapi bulan suci Ramadhan ada 3 bekal terbaik yang harus kita siapkan. Bekal yang pertama adalah  Iman. Orang yang beriman lah yang akan sabar dan ikhlas menjalankan ibadah puasa dan orang berimanlah yang menginginkan surga, menggunakan kesempatan-kesempatan di bulan suci Ramadhan untuk mendapatkan ampunan. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa yang puasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bekal kedua adalah Ilmu. Dengan bekal ilmu yang cukup, tentunya kita akan dapat melakukan amal ibadah dengan baik dan benar. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah mengatakan, “Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.” Salah satu cara kita agar mengetahui ilmu tentang ibadah adalah dengan mempelajarinya dan bertanya kepada ahli ilmu. Jangan sampai apabila kita tidak mengetahui tentang sesuatu, kemudian kita malah menyimpulkan hukum sendiri sehingga kita terjatuh dalam kesalahan. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 43

فَاسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَۙ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”

Dengan bekal Ilmulah ibadah kita bisa menuai manfaat, berfaedah, dan tidak asal-asalan. Dengan tidak mengetahui akan hukum puasa, bisa jadi puasa kita akan rusak. Dengan tidak mengetahui apa saja hal-hal yang disunnahkan saat puasa, bisa jadi kita kehilangan pahala yang banyak. Dengan tidak mengetahui jika maksiat bisa mengurangi pahala puasa, bisa jadi kita hanya dapat lapar dan dahaga saja saat puasa. Ingatlah, syarat diterimanya ibadah bukan hanya ikhlas. Ibadah bisa diterima jika mengikuti tuntunan Nabi SAW, atau dengan kata lain ada landasan dalilnya.

Bekal ketiga adalah Taqwa. Allah menyebutkan dalam ayat tentang perintah puasa di atas bahwa tujuan dari ibadah puasa adalah agar menjadi orang-orang yang bertakwa. Maka, untuk meraih gelar taqwa tentunya harus memiliki bekal terbaik yaitu taqwa. Takwa merupakan bekal yang paling utama dalam kehidupan dunia. Taqwalah yang akan menuntun kita untuk senantiasa beramal sholeh di bulan suci Ramadhan dan bisa menghadapi berbagai macam problematika kehidupan dengan kesuksesan dan kebahagiaan karena Allah selalu bersama orang yang bertaqwa, sebagaimana firman-Nya :

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Dan bertakwaah kepada Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah(2) : 194).

Mari kita bahagia dan gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, sambutlah dia dengan bahagia penuh suka cita dengan berbekal iman, Ilmu dan taqwa. Karena sesungguhnya, ini kesempatan kita semua untuk meraih ampunan Allah. Kesempatan kita untuk memperbaiki hati dan jiwa. Kesempatan untuk kita menjadi hamba-hamba yang bertakwa kepada Allah SWT.

 باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ.  إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ


 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ اَمَرَنَا بِلُزُوْمِ اْلجَمَاعَةِ، وَنَهَانَا عَنِ اْلاِخْتِلَافِ وَالتَفَرُّقَةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ  وَعَلٰى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ هُدَاةِ اْلاُمَّةِ، أَمَّا بَعْدُ. فَيَآيُّهَا اْلمُسْلِمُوْنَ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ،

وَقَالَ اللهُ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَن بقية الصحابة والتابعين وتابع التابعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين وارض عنا معهم برحمتك ياارحم الراحمين.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ انْصُرْ اِخْوَانَنَآ المُجَا هِدِيْنَ فِى فِلِسْطِيْنِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ .اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ آْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَاللهِ, إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ والله يعلم ماتصنعون

 

Hukum Talak dalam Keadaan Mabuk

 

 

 

 

Hukum Talak dalam Keadaan Mabuk

 

Perlu diketahui bahwa orang yang mabuk itu ada dalam dua keadaan:

Pertama, orang yang mabuk dalam keadaan tidak sengaja. Misalnya karena mengkonsumsi suatu makanan malah jadi mabuk padahal tidak disengaja untuk mabuk, lalu dalam keadaan seperti itu ia mentalak istrinya. Misal lainnya adalah seperti mabuk dalam keadaan dipaksa. Kondisi seperti ini tidaklah jatuh talak berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.

Kedua, orang yang mabuk dalam keadaan sengaja. Seperti seseorang yang meminum miras dalam keadaan tahu dan atas pilihannya sendiri, lalu dalam kondisi semacam itu ia mentalak istrinya. Hukum talak dalam kondisi kedua ini diperselisihkan oleh para ulama. Jumhur atau mayoritas ulama mengatakan bahwa talaknya itu jatuh. Sedangkan ulama lainnya seperti pendapat lama dari Imam Asy Syafi’i, pendapat yang dipilih oleh Al Muzani (murid Imam Asy Syafi’i), pendapat Ath Thohawi (salah seorang ulama besar Hanafiyah) dan pendapat lain dari Imam Ahmad, menyatakan bahwa talak dalam keadaan mabuk sama sekali tidaklah sah entah mabuknya disengaja ataukah tidak. Pendapat terakhir ini menjadi pendapat Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah sebagaimana perkataan yang akan kami nukil.

Pendapat yang tepat dalam hal ini adalah yang menyatakan tidak sahnya talak dalam keadaan mabuk meski mabuknya dengan sengaja atas pilihan sendiri. Alasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (QS. An Nisa: 43). Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa perkataan orang yang mabuk tidak teranggap karena ia sendiri tidak mengetahui apa yang ia ucap. Shalat dan ibadahnya tidaklah sah karena saat itu ia tidak berakal. Begitu pula kita lebih pantas lagi katakan dalam hal akad seperti talak, yaitu talaknya tidak sah karena ia semisal orang yang tidur dan orang yang gila (sama-sama tidak memiliki niat).

Kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

Setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907). Orang yang mabuk tentu saja tidak memiliki niat dan tidak memiliki maksud. Padahal berbagai macam akad (termasuk talak) disyaratkan dengan adanya niat.

Ketiga, riwayat shahih dari ‘Utsman radhiyallahu ’anhu, ia berkata,

كُلُّ الطَّلاَقِ جَائِزٌ إِلاَّ طَلاَقُ النَّشْوَانِ وَ طَلاَقُ المجْنُوْنَ

Setiap talak itu boleh (sah) selain talak yang dilakukan oleh orang yang mabuk atau orang yang gila.” (HR. Sa’id bin Manshur 1112, ‘Abdur Rozaq 12308, Ibnu Abi Syaibah 5/39, Al Baihaqi 7/359. Syaikh Abu Malik mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَلَمْ يَثْبُتْ عَنْ الصَّحَابَةِ خِلَافُهُ فِيمَا أَعْلَمُ

“Selama yang kami ketahui tidak didapati dari para sahabat yang menyelisihi perkataan ‘Utsman.” (Majmu’ Al Fatawa, 33/102)

Keempat, riwayat dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz bahwasanya beliau didatangkan seseorang yang telah mentalak istrinya sedangkan ia dalam keadaan mabuk. Ia pun bersumpah pada Allah yang tidak ilah yang berhak disembah selain Dia bahwa ia benar-benar melakukan talak namun dalam keadaan tidak sadar. Ia bersumpah. Namun istrinya dikembalikan padanya. Dan laki-laki tersebut terkena hukuman had. (HR. Sa’id bin Manshur 1110 dan Ibnu Abi Syaibah 5/39. Syaikh Abu Malik mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kelima, Ibnu Taimiyah memberi penjelasan, “Orang yang mabuk sudah jelas bahwa ia memang bermaksiat ketika mabuk. Saat dalam keadaan mabuk, ia tidak mengetahui apa yang ia katakan. Jika ia tidak tahu ucapan yang ia keluarkan, maka tentu ia berkata tanpa niat. Padahal dalam hadits disebutkan, “Sesungguhnya amalan tergantung pada niatnya”. Hal ini sama halnya dengan seseorang yang bisa gila karena mengkonsumsi sesuatu. Jika ia gila walaupun asalnya karena maksiat yang ia lakukan, maka tetap talaknya tidak sah. Begitu pula perkataan yang lain yang muncul darinya juga tidak sah. Jika setiap orang memperhatikan tujuan dan maksud syari’at, jelaslah baginya bahwa pendapat yang benar adalah yang menyatakan talak orang yang mabuk tidaklah sah. Pendapat yang menyatakan bahwa talak dari orang yang mabuk itu sah, bukanlah pendapat yang dibangun di atas argumen yang kuat. … Yang benar dalam hal ini, talak dalam keadaan mabuk itu tidaklah jatuh kecuali jika orang tersebut menyadari apa yang ia ucap. Sebagaimana pula shalat orang yang mabuk tidaklah sah. Jika shalatnya tidak sah, maka demikian pula dalam hal talak. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”. Wallahu a’lam.” (Majmu’ Al Fatawa, 33/103)

Dari bahasan ringkas di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa orang yang mabuk dalam keadaan tidak sengaja atau bahkan sengaja, talaknya tidak sah karena saat mabuk tidak memiliki akal sehingga tidak ada niat.

Wallahu a’lam. Semoga Allah senantiasa memberikan kita ilmu yang bermanfaat.

 

Referensi:

Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.

Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.




 

Bantu Siapa pun yang Membutuhkan

  Bantu Siapa pun yang Membutuhkan الحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْ...