Senin, 19 Desember 2022

Adil Dalam Kemakmuran dan Makmur Dalam Keadilan

 Adil Dalam Kemakmuran dan Makmur Dalam  Keadilan


Di Era Globalisasi ini, permasalahan hidup umat manusia semakin kompleks. Berbagai persoalan yang semakin rumit bermunculan disana-sini silih berganti. Diantara masalah-masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia, antara lain: 1) Jeritan tangis karena kemiskinan dan kemelaratan; 2) Sulitnya untuk mendapatkan kesempatan kerja dan masih adanya pengangguran; 3) Ambisi jabatan dan pangkat yang cara mendapatkannya sampai melupakan aturan dan etika; 4) Pertikaian dan perpecahan; penjarahan dan kerusuhan; pembunuhan dan pemerkosaan; penyiksaan dan perampasan; rebutan harta dan makanan; 5) Melangitnya harga kebutuhan pokok yang tak terkejar oleh kebanyakan masyarakat kecil; 6) Banyaknya bunuh diri massal, karena kesulitan makan dan lilitan hutang; dan 7) Masih banyak lagi persoalan-persoalan besar lainnya berupa musibah dari Allah yang bertubi-tubi dengan silih berganti.
Semua itu tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi sangat erat hubungannya dengan hukum sebab akibat atau disebabkan oleh perbuatan manusia yang zalim terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya, lebih-lebih kepada  Tuhannya. Mereka lupa, tidak mau bersyukur atas nikmat Allah Swt yang telah diberikan kepadanya. Hal itu telah ditegaskan di dalam al Qur’an surat Ibrahim (14): 7, yang artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Karena kebanyakan umat manusia tidak bersyukur atas nikmat yang diterima, maka datang bertubi-tubi dan silih berganti musibah dari Allah Swt. Sudah selayaknya, kita hendaknya pandai-pandai mensyukuri setiap nikmat yang kita terima – besar ataupun kecil.
Pada hakekatnya kehidupan manusia yang semakin ruwet itu berpangkal pada makin gelapnya hati nurani manusia. Semakin tidak jelas arah hidupnya. Semakin jauh dari rasa syukur terhadap pemberian dari Tuhannya. Integritas dan identitas pribadinya telah hilang. Mereka telah kehilangan makna dirinya. Sifat hewaniyahnya telah menguasai kehidupannya. Tidak ada rasa solidaritas di antara sesama. Egois dan hanya memikirkan isi perut atau kelompoknya sendiri dan selalu merasa kekurangan. Kalau sudah demikian ini keadaan manusia, bukan hatinya yang berbicara, melainkan nafsunya yang angkara murka. Inilah yang disebut hilangnya fitrah insani.
Kita harus menjadikan ibadah yang dilaksanakan sebagai laboratorium, guna membangun manusia baru yang memiliki kekuatan dan semangat besar. Membangun bersama Negara Indonesia di Era Globalisasi ini. Kita jadikan diri kita sebagai benteng-benteng yang perkasa, dengan memperkokoh iman dan taqwa. Memperteguh persatuan dan kesatuan untuk membangun bangsa dan Negara Indonesia. Jangan hanya pandai mencari-cari kesalahan orang lain. Dan jangan merasa tidak bersalah.  Jangan egois dan saling memecah belah. Mari kita perhatikan firman Allah dalam Al Qur’an surat Ali Imran (3): 103, yang artinya: “Dan  berpeganglah  kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang  neraka, lalu  Allah menyelamatkan kamu dari pada nya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. “
Kemiskinan dan keterbelakangan bangsa Indonesia masih sangat terasa. Itu menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintrah dan masyarakat. Itu menjadi tanggung jawab bersama antara Umara’ dan Ulama’. Yang kuat – membantu yang lemah. Yang kaya – membantu yang miskin. Yang miskin – menghormati yang kaya. Sehingga lahirlah rasa timbal balik yang indah dan damai antara kedua belah fihak itu. Terpadu dua sifat yang  mulia, kasih sayang dan penghormatan.
Salah satu tanda-tanda orang bertaqwa adalah, sanggup menafkahkan hartanya (di jalan Allah) baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an Surat Ali Imran (3): 134, yang artinya: “…(muttaqin itu ialah) orang yang sanggup mengeluarkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit.”
Mereka menjadi orang yang dermawan, penyayang, belas kasihan terhadap sesama, berjiwa besar, berjiwa pembangun, kreatif, berdedikasi tinggi,  kredibel, akseptabel, jujur, amanah dan penuh tawakkal kepada Allah Swt. Inilah manusia baru yang sangat berguna bagi bangsa Indonesia. Jiwa manusia seperti ini yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah untuk diajak bersama membangun bangsanya yang sedang mengalami berbagai kesulitan hidup.
Apabila bangsa Indonesia telah memiliki  jiwa dan semangat yang mulia seperti itu, insya Allah Negara Indonesia menjadi adil makmur, sejahtera, aman, tentram dan damai. Adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam  keadilan. Ada tuntunan dari Rasulullah Saw untuk menegakkan suatu kehidupan dunia. Nabi Saw pernah bersabda, yang artinya:“Kokohnya kehidupan dunia lantaran empat perkara, yaitu : dengan ilmu para Ulama’ atau kaum cendekiawan, adilnya para pemimpin / pejabat, kedermawanannya orang-orang kaya (konglomerat), keridloan dan do’anya orang-orang fakir miskin (dukungan lapisan bawah).”
Kalau empat perkara itu ada di suatu negara, insya Allah masyarakatnya menjadi maju, adil dan makmur serta aman dan sejahtera.
Marilah kita bersama-sama berupaya dan berusaha untuk menciptakan suasana aman, tentram dan damai. Kita bangun kebersamaan dan pupuk rasa persatuan. Kita lestarikan lingkungan hidup dan pelihara hutan serta lautan kita. Kita bangun kembali Negara Indonesia yang kita cintai ini. Menjadi Negara yang adil makmur di bawah ridha dan ampunan Allah Yang Maha Pengampun. Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Aaamiiin.

0 komentar:

Posting Komentar

Download Buku Kumpulan Materi Ceramah dan Khutbah Ramadhan

   Sambut Ramadan 1445 H, Kementerian Agama merilis buku Syiar Ramadhan Mempererat Persaudaraan. Buku ini memuat sejumlah materi Kuliah Tuju...