Senin, 19 Desember 2022

Manusia Pemurah dan Pemarah, ‘Alim dan Zalim

 Manusia Pemurah dan Pemarah, ‘Alim dan Zalim


Manusia yang menjadi aktor dalam kehidupan yang fana (hancur) ini memiliki sifat yang sangat unik dan beraneka ragam. Dalam Al Qur’an manusia berulang kali diangkat derajatnya dan berulang kali juga direndahkan oleh Allah SWT. Manusia dinobatkan jauh mengungguli mahluk Allah yang lainnya bahkan malaikat, tetapi pada saat yang sama mereka tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang melata sekalipun. Manusia dihargai sebagai khalifah dan makhluk yang mampu menaklukkan alam. Namun, posisi ini bisa merosot ke tingkat “yang paling rendah dari segala yang rendah (asfala safilin).”   
Gambaran kontradiktif menyangkut keberadaan manusia itu menandakan bahwa makhluk yang namanya manusia itu unik, makhluk yang serba dimensi, ada di antara predisposisi negatif dan positif. Manusia bisa berada pada predisposisi positif bila ia mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik di permukaan bumi ini dan tidak menyalahi ketentuan yang telah dibuat oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW lewat Al Qur’an. Dan, sebaliknya manusia yang berada pada predisposisi negatif merupakan mereka-mereka yang tidak mengindahkan peraturan dan ketentuan serta cenderung memperturutkan hawa nafsunya.
Ada beberapa predisposisi negatif manusia dalam Al Qur’an yang harus kita ketahui. Pertama, manusia seperti an’am (binatang ternak). Manusia diberi hati, mata, dan telinga untuk mengenal tanda-tanda kekuasaan Allah, tetapi jika tidak digunakannya maka sama saja ia tidak mempunyai potensi tersebut. Firman Allah dalam (QS al-A’raaf [7]: 179). Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.
Kedua, manusia seperti kalb (anjing). Allah berikan hawa nafsu kepada manusia agar kehidupan manusia menjadi dinamis. Dengan nafsu, manusia mempunyai cita-cita, keinginan untuk kawin, bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan, makan dan minum, dan sebagainya. Nafsu perlu dikendalikan dan dikawal bukannya dituruti sepenuhnya seperti binatang. Firman Allah dalam (QS al-A’raaf [7]: 176). Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
Ketiga, manusia seperti qirdun (kera) dan khinzir (babi). Mereka yang tidak beramal saleh dan fasik mendapat balasan yang lebih buruk, yaitu dikutuk dan dimurkai oleh Allah. Hal ini dilukiskan oleh Allah dalam (QS al-Maidah [5]: 60) Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, Yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.
Keempat, manusia seperti hijarah (batu). Mereka yang keras hatinya sehingga ingkar dan tidak mau menerima perintah Allah diumpamakan seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Hal ini telah Allah lukiskan dalam (QS al-Baqarah [2]: 74). Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Kelima, manusia seperti ankabut (laba-laba). Manusia sering angkuh dan sombong dengan kelebihan dan potensi yang Allah berikan. Mereka bangga dengan segala prestasi yang diperoleh di dunia dan menganggap tidak ada sesuatu pun yang dapat membinasakan mereka. Hal ini telah Allah lukiskan dalam (QS al-Ankabut [29]: 41). Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.
Keenam, manusia seperti himar (keledai). Mereka telah diberikan panduan, tetapi tidak mengambilnya. Suatu kerugian yang besar bagi manusia yang telah mengenal Allah, tetapi kemudian mendustakannya. Hal ini telah Allah lukiskan dalam (QS al-Jumu’ah [62]: 5). Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.

Dan yang terakhir, manusia seperti khasyab (seperti kayu). Manusia sering bersikap tidak jujur dan hipokrit. Mereka hanya mengejar dunia dengan kemewahan, keseronokan, dan kecantikan yang bersifat sementara. Nilai ini dianggap penting dan dipandang tinggi oleh manusia, tetapi bukan suatu yang bermakna di sisi Allah SWT sehingga Allah umpamakan seperti kayu. Hal ini telah Allah lukiskan dalam (QS al-Munafiqun [63]: 4). Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?
Oleh karena manusia memiliki keanekaragaman dan keunikan sifat-sifatnya tersebut, mereka senantiasa mengalami beraneka ragam tantangan, ujian, dan cobaan yang datang silih berganti. Orang bisa saja jatuh bangun diempas badai godaan dunia. Banyak orang yang pagi tampil sangat baik, sorenya bergelimang dosa dan kemaksiatan. Awalnya seperti logam mulia yang sangat berharga, tetapi pada akhirnya menjadi manusia yang hina dina. Sepanjang siang tampil sebagai sosok pemimpin yang berpidato berapi-api untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, tetapi malamnya bisa saja tenggelam dalam dekapan maut minuman keras, dansa, dan gelora syahwat.
Dulu dikenal sangat alim, ternyata kini menjadi zalim. Dulu dikenal sangat pemurah, sekarang berubah menjadi pemarah. Dulu dikenal rajin ke tempat ibadah, sekarang rajin ke tempat pesta wanita. Dulu dikenal pemalu, tapi kini berubah menjadi tak ada rasa malu.
Manusia mudah sekali berubah-ubah sesuai dengan tempat dan kondisi di mana dia berada. Saat berkumpul dengan orang-orang baik, dia bisa menjadi tiba-tiba baik. Saat berkumpul dengan orang-orang yang buruk, juga bisa tiba-tiba menjadi buruk.
Kondisi pun sering kali mempengaruhi manusia. Ada orang yang ketika kaya rajin beribadah dan pandai bersyukur kepada Allah, ternyata suatu ketika diuji dengan kebangkrutan harta lalu jatuh menjadi papa, tak bisa bersabar hingga akhirnya tak mau lagi ibadah. Dan, ada yang sebaliknya. Ketika masih miskin sangat khusyuk berdoa dan rajin ke masjid, tapi tatkala kaya tak lagi bisa berdoa dan tak mau lagi ke masjid beralasan karena sibuk.
Manusia-manusia yang suka berubah-ubah seperti itu adalah manusia-manusia buruk, SDM yang berkualitas rendah. Orang yang bisa baik ketika kaya saja adalah buruk. Orang yang bisa baik hanya di saat miskin juga buruk. Orang yang bisa baik hanya di saat berkumpul dengan orang-orang baik adalah buruk.
Manusia yang unggul adalah manusia yang kepribadiannya laksana emas, di kala sulit baik dan di kala mudah juga baik. Berkumpul dengan orang-orang yang baik dia baik dan berkumpul dengan orang-orang yang buruk dia tetap baik. Seperti emas, tak pernah berkarat, tak pernah berubah meski dibakar, dan tak bisa menjadi kurang. Emas tetap emas, sekalipun jatuh di comberan atau tempat sampah. Itulah orang beriman sejati. Bukan hanya beriman di mulut. Bukan beriman semata karena keturunan. Bukan juga beriman karena orang-orang semua mengaku beriman.
Orang yang benar-benar beriman adalah memiliki kepribadian yang kokoh. Ujian apa pun yang datang kepadanya tak pernah membuat ia berubah. Dicaci atau dipuji tetap takkan menyurutkan langkahnya menegakkan kebenaran. Datang ujian jabatan atau kekayaan tak membuatnya lupa kepada Allah.
Bergumul di lingkungan para penyamun, ia pun tak ikut menjadi penyamun. Di manapun dan dalam kondisi apa pun dia tetap tegak berdiri, berbicara, bertindak dan berakhlak sebagai orang yang beriman. Yaitu, berbuat dan menebar kebaikan.
Tak peduli, kebaikan itu tumbuh dan diterima oleh orang banyak atau kering dan ditolak. "Sesungguhnya, Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (QS. al-Insan: 9).
Dengan adanya predisposisi negatif yang Allah berikan kepada manusia yang enggan menggunakan seluruh potensi yang dianugerahkan-Nya, semoga dapat menjadi cambuk dan memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh umat manusia terutama bagi mereka yang saat ini memegang amanah sebagai pemimpin untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik, bukannya malah mau dilayani. Wallahu a’lam.


0 komentar:

Posting Komentar

Download Buku Kumpulan Materi Ceramah dan Khutbah Ramadhan

   Sambut Ramadan 1445 H, Kementerian Agama merilis buku Syiar Ramadhan Mempererat Persaudaraan. Buku ini memuat sejumlah materi Kuliah Tuju...