Belanja
Online Dalam Perspektif Islam
Tanggal
12 Desember ditetapkan pemerintah sebagai Hari Belanja Online Nasional (National
Online Shopping Day). Trend belanja online sedang ramai menjadi
perbincangan kalangan masyarakat dan menjadi kegiatan para masyarakat saat ini.
Telah mencapai titik dimana para ahli agama menanyakan hukum belanja online
dalam Islam. Jual beli secara etimologis berarti
menukar suatu barang dengan barang lain, secara terminologis jual beli berarti
memberikan hak kepemilikan barang secara muawadah (saling tukar-menukar
secara langsung) ssuai aturan syariat atau juga dapat diartikan sebagai akad
pemberian hak kepemilikan atas manfaat suatu barang secara terus menerus (tanpa
dibatasi waktu) dengan ganti harga tertentu.
Dalam
Islam jual beli diperbolehkan sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al- Baqarah:
275). Ayat tersebut merupakan dalil naqli mengenai diperbolehkannya akad jual
beli. Atas dasar ayat inilah, maka manusia dihalalkan oleh Allah melakukan
praktik jual beli dan diharamkan melakukan praktik riba. Adapun
keterangan al-Hadits mengenai jual beli adalah sebagai berikut: “sesungguhnya
jual beli itu atas dasar suka sama suka.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam Islam jual dan beli telah diatur baik
bagi para penjual ataupun pembeli. Ada syarat yang harus dipenuhi untuk belanja
online sesuai syariat Islam. Dan syariat Islam tersebut harus dipenuhi agar
transaksi jual beli sah. Jika jaman dahulu syariat Islam mengatur bahwa apapun
yang di dunia nyata adalah sama dengan dunia gaib. Seperti saat ini, yaitu
belanja online. Syarat penjual online adalah tentu yang pertama barang yang
diperjual belikan harus halal, kedua status harus jelas apa anda pemilik barang
dagang itu, ketiga harus jujur,dan keempat tidak boleh ada riba.
Dalam
Islam jual beli online termasuk dari akad jual beli salam, yang mana bai’
as-salam mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu pembelian barang yang
diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka. Bai’
as-salam juga disebut dengan akad pesanan. Oleh sebab itu, hukum bai’
as-salam boleh dalam Islam. Mengapa jual beli online termasuk bai’
as-salam? Sebab jual beli online itu menggunakan akad pesanan dalam bisnis
pada zaman sekarang yang mana penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung
dengan hanya melakukan transfer untuk pembayaran dan menggunakan internet untuk
melakukan transaksi antara kedua belah pihak.
Perkembangan
zaman dan kecanggihan teknologilah yang dapat memudahkan transaksi jarak jauh
hanya dengan menggunakan jaringan internet, kita dapat berinteraksi tanpa tatap
muka, tetapi dalam bisnis ini yang terpenting memberikan informasi dan mencari
keuntungan. Oleh sebab itu, jual beli online dalam Islam diperbolehkan dengan
syarat harus diterangkan sifat- sifatnya dan ciri-cirinya. Kemudian jika barang
sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak
sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau
membatalkan jual belinya. Hanya saja bila perdagangan emas dan perak
tidak boleh secara online. Itu harus nyata dan dilakukan secara tunai sesuai
dengan sabda Rasulullah: “Jual beli emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, syair dengan syair kurma dengan kurma dan harus sama
beratnya dan tunai” ( HR. Muslim ). Maka dari hadist tersebut diketahui
bahwa tidak boleh melakukan jual beli secara online untuk barang yang telah
disebutkan di atas, karena jika berurusan riba bisa panjang urusannya. Namun,
secara umum barang yang lain itu diperbolehkan dan barang dagang harus halal.
Dan terus berhati-hatilah bahwa ada beberapa hal di dunia yang bisa berupa
siasat.
Transaksi online barang yang dijual harus ada
pada penjual tersebut. Sedangkan transaksi tunainya belum sah. Rasullullah Saw
mengatakan “jadikan prinsip hidup kejujuran walaupun di depan mata
kalian kehancuran jauhi dusta walaupun di depan mata kalian keberhasilan.
Kejujuran hanya akan mendatangkan kebaikan.” Pada dasarnya belanja online
hukumnya diperbolehkan. Namun, harus sesuai dengan aturan Islam seperti 6
barang yang tidak boleh diperjual belikan secara online seperti hadis di atas.
Karena sebenarnya barang pada belanja online itu adalah fiktif.
Secara Islam yang menjadi hukum boleh dan tidak
bolehnya suatu barang adalah akad atau kesepakatan. Kembali ke kesepakatan
antara pembeli dan penjual. Namun, tetap sebagai pembeli seharusnya
memperhatikan kesepakatan dengan konsumen. Semua hal berkaitan dengan aturan Islam
seharusnya jelas karena seorang mukmin itu jelas. Mengenai barang yang dipesan
benar pemiliknya atau produk lain, dan antara barang ready atau harus
dipesankan terlebih dahulu. Terpenting adalah jelas mengenai transaksi
tersebut. Sementara syarat sah dalam Islam adalah barang harus dilihat terlebih
dahulu baru dianggap sah. Dikhawatirkan jika barang yang digambarkan itu hanya
gambar atau berbohong. Tapi suatu barang harus sesuai dengan yang dijelaskan. Dan
jika barang yang tidak sesuai alangkah baiknya jika penjualnya mengizinkan
untuk kembalikan barang tersebut.
Sebagai seorang konsumen belanja online dalam Islam,
alangkah baiknya jika memperhatikan beberapa tips berikut ini saat akan
berbelanja online: Pastikan bahwa penjual memiliki barang tersebut karena
sesuai dengan ajaran Islam yaitu kejujuran; Jika ready maka hubungi penjual
mengenai kesepakatan dalam pengiriman lebih baik jelas dan tidak ada ketidak
jelasan dalam transaksi pembelian; Pastikan bahwa barang yang dibeli merupakan
barang halal; Barang harus dibayar penuh baru bisa dikatakan milik anda dan sah
secara agama Islam; Lebih baik beli barang tunai tidak menggunakan pembayaran
secara kredit; Barang seharusnya sesuai dengan yang difoto dan yang dijual,
jika tidak sesuai lebih baik memilih penjual yang bertanggung jawab.
Kesimpulannya adalah bahwa hukum belanja online
dalam Islam itu diperbolehkan kecuali enam barang di atas sesuai hadis tidak
diperbolehkan. Berdasarkan
kebiasaan, sebelum transaksi pembeli biasanya telah melihat mabi’
(barang yang dijual) dan telah dijelaskan sifat dan jenis barang tersebut serta
memenuhi syarat dan rukun jual beli yang lainnya oleh penjual melalui situs online yang
dimiliknya. Selain itu, bila sudah cocok atas barang yang dideskripsikan oleh
penjual, pembeli mentransfer biaya yang ditentukan penjual, dan menunjukkan
struk pembelian. Setelah itu, penjual melakukan proses pembelian. Bila praktik
jual-beli online seperti
ini sudah dilakukan dan tidak ada yang dirugikan, maka hukum jual-beli online
menjadi sah. Yang diperhitungkan dalam akad adalah
subtansinya, bukan bentuk lafalnya. Dan jual beli via telpon, telegram,
faksmile dan semisalnya telah menjadi alternatif utama dan
dipraktikkan. Oleh karena itu, kemajuan teknologi yang mempermudah
transaksi ekonomi tidak menjadi halangan atas ketidaksahan transaksi ekonomi
melalui online.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar