Sabtu, 25 April 2020

Belanja Online Dalam Perspektif Islam


Belanja Online Dalam Perspektif Islam

Tanggal 12 Desember ditetapkan pemerintah sebagai Hari Belanja Online Nasional (National Online Shopping Day). Trend belanja online sedang ramai menjadi perbincangan kalangan masyarakat dan menjadi kegiatan para masyarakat saat ini. Telah mencapai titik dimana para ahli agama menanyakan hukum belanja online dalam Islam. Jual beli secara etimologis berarti menukar suatu barang dengan barang lain, secara terminologis jual beli berarti memberikan hak kepemilikan barang secara muawadah (saling tukar-menukar secara langsung) ssuai aturan syariat atau juga dapat diartikan sebagai akad pemberian hak kepemilikan atas manfaat suatu barang secara terus menerus (tanpa dibatasi waktu) dengan ganti harga tertentu.
Dalam Islam jual beli diperbolehkan sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al- Baqarah: 275). Ayat tersebut merupakan dalil naqli mengenai diperbolehkannya akad jual beli. Atas dasar ayat inilah, maka manusia dihalalkan oleh Allah melakukan praktik jual beli dan diharamkan melakukan praktik riba.  Adapun keterangan al-Hadits mengenai jual beli adalah sebagai berikut: “sesungguhnya jual beli itu atas dasar suka sama suka.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam Islam jual dan beli telah diatur baik bagi para penjual ataupun pembeli. Ada syarat yang harus dipenuhi untuk belanja online sesuai syariat Islam. Dan syariat Islam tersebut harus dipenuhi agar transaksi jual beli sah. Jika jaman dahulu syariat Islam mengatur bahwa apapun yang di dunia nyata adalah sama dengan dunia gaib. Seperti saat ini, yaitu belanja online. Syarat penjual online adalah tentu yang pertama barang yang diperjual belikan harus halal, kedua status harus jelas apa anda pemilik barang dagang itu, ketiga harus jujur,dan keempat tidak boleh ada riba.
Dalam Islam jual beli online termasuk dari akad jual beli salam, yang mana bai’ as-salam mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka. Bai’ as-salam juga disebut dengan akad pesanan. Oleh sebab itu, hukum bai’ as-salam boleh dalam Islam. Mengapa jual beli online termasuk bai’ as-salam? Sebab jual beli online itu menggunakan akad pesanan dalam bisnis pada zaman sekarang yang mana penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung dengan hanya melakukan transfer untuk pembayaran dan menggunakan internet untuk melakukan transaksi antara kedua belah pihak.
Perkembangan zaman dan kecanggihan teknologilah yang dapat memudahkan transaksi jarak jauh hanya dengan menggunakan jaringan internet, kita dapat berinteraksi tanpa tatap muka, tetapi dalam bisnis ini yang terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan. Oleh sebab itu, jual beli online dalam Islam diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat- sifatnya dan ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Hanya saja bila perdagangan emas dan perak tidak boleh secara online. Itu harus nyata dan dilakukan secara tunai sesuai dengan sabda Rasulullah: “Jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair kurma dengan kurma dan harus sama beratnya dan tunai” ( HR. Muslim ). Maka dari hadist tersebut diketahui bahwa tidak boleh melakukan jual beli secara online untuk barang yang telah disebutkan di atas, karena jika berurusan riba bisa panjang urusannya. Namun, secara umum barang yang lain itu diperbolehkan dan barang dagang harus halal. Dan terus berhati-hatilah bahwa ada beberapa hal di dunia yang bisa berupa siasat.
Transaksi online barang yang dijual harus ada pada penjual tersebut. Sedangkan transaksi tunainya belum sah. Rasullullah Saw mengatakan “jadikan prinsip hidup kejujuran walaupun di depan mata kalian kehancuran jauhi dusta walaupun di depan mata kalian keberhasilan. Kejujuran hanya akan mendatangkan kebaikan.” Pada dasarnya belanja online hukumnya diperbolehkan. Namun, harus sesuai dengan aturan Islam seperti 6 barang yang tidak boleh diperjual belikan secara online seperti hadis di atas. Karena sebenarnya barang pada belanja online itu adalah fiktif.
Secara Islam yang menjadi hukum boleh dan tidak bolehnya suatu barang adalah akad atau kesepakatan. Kembali ke kesepakatan antara pembeli dan penjual. Namun, tetap sebagai pembeli seharusnya memperhatikan kesepakatan dengan konsumen. Semua hal berkaitan dengan aturan Islam seharusnya jelas karena seorang mukmin itu jelas. Mengenai barang yang dipesan benar pemiliknya atau produk lain, dan antara barang ready atau harus dipesankan terlebih dahulu. Terpenting adalah jelas mengenai transaksi tersebut. Sementara syarat sah dalam Islam adalah barang harus dilihat terlebih dahulu baru dianggap sah. Dikhawatirkan jika barang yang digambarkan itu hanya gambar atau berbohong. Tapi suatu barang harus sesuai dengan yang dijelaskan. Dan jika barang yang tidak sesuai alangkah baiknya jika penjualnya mengizinkan untuk kembalikan barang tersebut.
Sebagai seorang konsumen belanja online dalam Islam, alangkah baiknya jika memperhatikan beberapa tips berikut ini saat akan berbelanja online: Pastikan bahwa penjual memiliki barang tersebut karena sesuai dengan ajaran Islam yaitu kejujuran; Jika ready maka hubungi penjual mengenai kesepakatan dalam pengiriman lebih baik jelas dan tidak ada ketidak jelasan dalam transaksi pembelian; Pastikan bahwa barang yang dibeli merupakan barang halal; Barang harus dibayar penuh baru bisa dikatakan milik anda dan sah secara agama Islam; Lebih baik beli barang tunai tidak menggunakan pembayaran secara kredit; Barang seharusnya sesuai dengan yang difoto dan yang dijual, jika tidak sesuai lebih baik memilih penjual yang bertanggung jawab.
Kesimpulannya adalah bahwa hukum belanja online dalam Islam itu diperbolehkan kecuali enam barang di atas sesuai hadis tidak diperbolehkan. Berdasarkan kebiasaan, sebelum transaksi pembeli biasanya telah melihat mabi’ (barang yang dijual) dan telah dijelaskan sifat dan jenis barang tersebut serta memenuhi syarat dan rukun jual beli yang lainnya oleh penjual melalui situs online yang dimiliknya. Selain itu, bila sudah cocok atas barang yang dideskripsikan oleh penjual, pembeli mentransfer biaya yang ditentukan penjual, dan menunjukkan struk pembelian. Setelah itu, penjual melakukan proses pembelian. Bila praktik jual-beli online seperti ini sudah dilakukan dan tidak ada yang dirugikan, maka hukum jual-beli online menjadi sah. Yang diperhitungkan dalam akad adalah subtansinya, bukan bentuk lafalnya. Dan jual beli via telpon, telegram, faksmile dan semisalnya telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan. Oleh karena itu, kemajuan teknologi yang mempermudah transaksi ekonomi tidak menjadi halangan atas ketidaksahan transaksi ekonomi melalui online. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

Download Buku Kumpulan Materi Ceramah dan Khutbah Ramadhan

   Sambut Ramadan 1445 H, Kementerian Agama merilis buku Syiar Ramadhan Mempererat Persaudaraan. Buku ini memuat sejumlah materi Kuliah Tuju...