Madrasah
Lebih Baik, Lebih Baik Madrasah
Slogan kementerian agama yang mengatakan
“Madrasah Lebih Baik atau Lebih Baik Madrasah” patut mendapatkan apresiasi
positif dari kalangan madrasah, karena hal itu bisa menjadi penyemangat dan
pemotivasi untuk melakukan kerja nyata, kerja keras, kerja cerdas, kerja
tangkas dalam meningkatkan mutu madrasah.
Pada dasarnya, SD maupun MI memiliki latar
belakang yang tidak jauh berbeda. Demikian juga halnya mengenai materi
pelajaran untuk murid-murid SD memang tidak sama persis dengan pelajaran bagi
murid-murid madrasah. Pelajaran untuk murid-murid madrasah lebih memberatkan
bobotnya pada pendidikan agama. Sebagian materi pelajaran untuk murid SD sama
persis dengan pelajaran untuk murid madrasah, seperti pelajaran matematika,
IPA, bahasa, dan beberapa mata pelajaran yang lain. Akan tetapi, tidak demikian
halnya dengan apa yang dipelajari oleh murid-murid madrasah, seperti Al Qur’an
Hadis, Fiqih, Aqidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab tidak
akan dijumpai di SD.
Selama ini, olimpiade sains mempertandingkan
uji kecerdasan untuk mata pelajaran yang diajarkan di SD juga diajarkan di
madrasah. Oleh karena itu, murid madrasah seharusnya juga punya kesempatan yang
sama dengan murid SD untuk mengikuti olimpiade yang diselenggarakan oleh negara
tersebut. Lagi pula, kemampuan murid-murid madrasah dalam menyerap pelajaran
yang dipertandingkan dalam olimpiade juga tidak kalah dari murid-murid SD.
Akan tetapi sangat disayangkan, langkah
murid-murid madrasah ibtidaiyah di Kota Mataram dan beberapa kabupaten/kota
lainnya di NTB, untuk berprestasi dalam ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN)
terpaksa terhenti. Prestasi gemilang mereka tidaklah cukup untuk menjadi syarat
mengikuti ajang kompetisi tersebut. Latar belakang mereka yang berasal dari
madrasah menjadi kendala utama untuk beradu cerdas dengan murid-murid SD di Nusa
Tenggara Barat.
Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan No 056/02/TE/2015 tentang Olimpiade
Tingkat SD 2015 rupanya membatasi kepesertaan OSN hanya untuk murid SD.
Murid-murid madrasah tidak memiliki ruang untuk menjajal kecerdasan akademiknya
pada ajang tersebut. Tidak ada penjelasan yang argumentatif untuk memisahkan kompetisi
murid-murid SD dan murid-murid madrasah.
Oleh karenanya, kementerian agama kemudian
memberikan jalan keluar dengan mengadakan olimpiade sains khusus madrasah sebagai
penghibur lara atas diskriminasi tersebut. Kemenag baru mengadakan Kompetisi
Sains Madrasah (KSM) pada tahun 2012. Pemisahan tersebut semestinya tidak perlu
terjadi. Murid-murid madrasah berhak untuk mengikuti kompetisi yang juga
diikuti murid-murid SD. Dikotomi murid SD dan murid madrasah tidaklah mempunyai
argumentasi akademis yang kuat. Keduanya memiliki hak yang sama untuk
mendapatkan kesempatan dalam menikmati seluruh fasilitas pendidikan dasar.
Tidak ada salahnya jika murid-murid madrasah
juga masuk sebagai salah satu peserta yang berhak mengikuti OSN. Pembatasan
terhadap mereka sama sekali tidak memiliki nilai positif bagi siapa pun. Yang
terjadi justru sebaliknya, pembatasan ini menjadikan murid-murid dan para
pengelola madrasah menjadi merasa didiskriminasikan.
Baik SD maupun madrasah tidak pada tempatnya
untuk didikotomi. Keduanya justru harus disinergikan supaya saling menguatkan
karena sama-sama milik bangsa. Kompetisi bebas di antara keduanya juga akan
memacu masing-masing pihak untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan
akademiknya secara maksimal. Hasilnya akan sangat positif bagi SD maupun
madrasah. Saat ini, perlu dibuat aturan yang tidak lagi memisahkan antara
madrasah dan SD dalam kompetisi sains. Karena hal ini akan menyebabkan gesekan
dan benturan-benturan yang tidak diinginkan untuk kemajuan bangsa Indonesia
tercinta.
0 komentar:
Posting Komentar