Konsumsi
Gizi Untuk Kesehatan Generasi Milineal Berprestasi
ISLAM datang sebagai agama yang sempurna, aturan yang
lengkap, dan untuk memperbaiki negara dan manusia. Islam telah menyiapkan
sistem yang mengatur segala urusan dunia dan akhirat yang meliputi apa yang
akan terjadi sesudah mati. Islam sangat peduli terhadap upaya pelurusan akidah
dan ibadah, serta perbaikan akhlak dan muamalah. Semua aturan yang membawa kebaikan
bagi individu maupun masyarakat, bagaimanapun bentuknya telah dibawa dan
dianjurkan oleh Islam. Islam memberikan porsi yang seimbang antara dunia ruhani
dan dunia materi dalam sebuah paduan yang sangat unik dan bangunan kokoh yang
belum pernah disaksikan sebelumnya oleh manusia sepanjang sejarah. Islam mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia termasuk dalam bidang kesehatan, salah satunya yaitu ilmu
gizi. Islam mengatur umatnya untuk mengonsumsi makanan yang halal lagi baik dan
tidak berlebih-lebihan.
Hal
ini tercantum dalam beberapa ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang aturan
makan dan minum: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi,” (QS. Al-Baqarah: 168); “Makan dan minumlah,
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31). Ayat tersebut menjelaskan bahwa
manusia diwajibkan untuk mengonsumsi makanan yang halal serta dalam jumlah yang
seimbang. Hal ini sesuai dengan teori yang dikaji dalam ilmu gizi, yang disebut
dengan prinsip gizi seimbang. Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari–hari
yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi
makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan ideal.
Salah satu pilar utama dalam pedoman gizi seimbang adalah
mengonsumsi makanan beragam yang terdiri dari sumber karbohidrat (dapat berasal
dari serealia dan umbi-umbian), sumber vitamin dan mineral (dapat berasal dari
sayur-sayuran dan buah-buahan) dan sumber protein (berasal dari lauk hewani dan
nabati) serta membatasi asupan gula, garam dan minyak.
Ternyata,
Al-Qur’an sudah lebih dahulu mengkaji prinsip gizi seimbang tersebut. Ayat-ayat
Al-Qur’an telah menyebutkan berbagai jenis kelompok makanan yang mengandung
karbohidrat, vitamin, mineral, protein dan juga lemak. Pertama, QS.
Yusuf: 43 misalnya telah menjelaskan tentang tanaman gandum (“… dan tujuh
bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering."). Selain
itu, QS. Yaseen: 33 juga menerangkan tentang biji-bijian (“Dan suatu tanda
(kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan
bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka
makan”.) Tanaman gandum dan biji-bijian yang termasuk dalam kelompok pangan
serealia mengandung sumber karbohidrat.
Kedua, buah-buahan sebagai sumber vitamin dan mineral
juga banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu buah anggur, pisang, kurma, tin,
zaitun dan delima. Salah satu ayat yang menerangkan tentang buah anggur dan
kurma adalah (QS Al-Mu’minum: 19) yang artinya adalah “Lalu dengan air itu,
Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun
itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu
kamu makan”. Ketiga, sumber pangan hewani yang banyak mengandung protein
juga disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an, yaitu daging, seafoods, dan susu.
Ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang daging adalah QS. Al-An’am: 142-144; QS.
Al-Maidah: 1 serta QS. Ya-Siin: 72 (“Dan Kami tundukkan binatang-binatang
itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan
sebahagiannya mereka makan.”) Sementara itu, QS. Fatir: 12 menjabarkan
tentang makanan laut sedangkan susu ditulis dalam QS. An-Nahl: 66. Terakhir,
kelompok makanan sayur-sayuran, kacang-kacangan dan rempah-rempah pun secara
nyata dijabarkan dalam al-quran yaitu pada QS. Al-Baqarah: 61 (“Hai Musa,
kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu,
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa
yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya,
kacang adasnya, dan bawang merahnya”.)
Berdasarkan ayat-ayat di atas, Al-Qur’an telah menyebutkan
bahwa manusia diperintahkan untuk mengonsumsi makanan yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, seperti biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran,
daging, makanan laut, susu, kacang-kacangan hingga rempah-rempah. Hal ini
sesuai dengan teori gizi seimbang, dimana tidak ada satupun jenis makanan yang
mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh secara sempurna, kecuali
Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi usia 0-6 bulan. Namun, Allah pun telah
memerintahkan umatnya untuk tidak makan secara berlebih-lebihan yang berarti
juga sesuai dengan konsep gizi seimbang, yaitu proporsi makanan yang sesuai,
dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur.
Di samping manusia diperintahkan untuk mengonsumsi makanan
yang halal lagi baik, mengatur pola makan juga tidak kalah pentingnya. Pola makan ternyata bisa
mempengaruhi perilaku seseorang.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa saluran cerna memiliki hubungan
dengan otak. Saluran cerna juga punya insting. Makanan yang kita makan dan
bakteri yang ada di dalam saluran cerna cukup kuat dalam mengganggu perilaku
manusia. Oleh karena itu, jika saluran cerna sehat maka perilaku juga pasti
sehat. Jenis makanan yang dikonsumsi dapat mengubah mikrobiom atau biota
bakteri yang hidup dalam saluran cerna. Saluran cerna manusia merupakan tempat
tinggal koloni bakteri dan kuman yang bisa membantu proses cerna dan absorbsi
nutrisi. Bakteri baik seperti probiotik dibutuhkan oleh tubuh, sehingga
jumlahnya harus lebih banyak dibandingkan dengan bakteri jahat seperti e-coli. Perubahan
pada mikrobiom memberikan dampak cukup kuat terhadap zat kimia di otak. Mikrobiom
di dalam usus yang mengalami perubahan, dapat mengeluarkan aneka zat yang dapat
mengganggu proses dan cara kerja otak. Sebagai contoh, sakit perut akibat salah
mengkonsumsi jenis makanan, dapat menyebabkan kecemasan bahkan depresi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan adanya
perbaikan status gizi pada balita di Indonesia, diantaranya proporsi status
gizi sangat pendek dan pendek turun dari 37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%.
Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi kurang turun dari 19,6%
(Riskesdas 2013) menjadi 17,7%. Meski demikian, WHO masih mengkategorikan
Indonesia sebagai Negara darurat gizi buruk. Sebab ambang batas toleransi
stunting yang ditetapkan WHO adalah 20% dari jumlah keseluruhan balita. Nusa
Tenggara Barat (NTB) termasuk satu diantara propinsi dengan prevalensi gizi
buruk yang tinggi setelah Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara,
yaitu sebesar 29,5%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, angka
kasus gizi buruk tahun 2018 meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya
mencapai 187 kasus, sedangkan pada tahun 2018, sebanyak 217 kasus gizi buruk
ditemukan di 10 kabupaten/kota. Berbanding terbalik dengan persoalan gizi
buruk, NTB justru dikenal sebagai propinsi dengan tingkat pemberian ASI eklusif
seindonesia, yaitu 87,35%. Sementara untuk persentase bayi baru lahir yang
mendapat Inisiasi Menyusui Dini (IMD), NTB berada pada urutan ke 6 yaitu
sebesar 87,43%. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat masuk dalam 10 besar provinsi di Indonesia
dengan pertumbuhan ekonomi tercepat.
Berdasarkan data tersebut, maka terlihat bahwa gizi buruk
tidak hanya disebabkan oleh kemiskinan atau daerah yang terisolir, tapi juga
karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan makanan dan minuman yang bergizi
untuk anak. Fakta pengetahuan masyarakat yang rendah terlihat dari banyaknya
kasus gizi buruk akibat kesalahan orang tua memberi asupan makanan pada anak.
Di tengah kemajuan teknologi, arus informasi diterima masyarakat tanpa filter.
Masyarakat juga setiap saat terpapar iklan yang belum teruji kebenarannya. Jika
tidak dibekali dengan pengetahuan yang tepat, maka masyarakat akan menjadi
konsumen tanpa mengetahui baik buruk produk yang dikonsumsinya.
Banyak hal yang menjadi penyebab buruknya kesehatan di NTB,
antara lain: 1) Di beberapa kabupaten, petugas gizi merangkap di Puskesmas
sehingga tidak maksimal; 2) Pengetahuan masyarakat, terutama para ibu tentang
ilmu melahirkan masih minim. Sehingga terkesan kurang siap dalam prosesnya; 3)
Kasus pernikahan dini yang sampai saat ini masih banyak masyarakat yang
menganggap biasa pernikahan di bawah umur tersebut. Dengan demikian, penyebab
utama kasus kurang gizi di NTB bukan hanya kemiskinan saja. Namun yang paling
utama adalah pemahaman atau pendidikan tentang gizi yang masih rendah. Hal itu
dapat dilihat dari angka kemiskinan yang jauh lebih rendah dibandingkan
kekurangan gizi seperti stunting. Begitu juga dengan bayi kurus yang ada di
NTB. Penyebabnya, masyarakat belum bisa memahami dengan baik seperti apa
pemberian gizi yang baik. Berdasarkan data terakhir yang dimiliki Dikes NTB,
angka stunting di NTB mencapai 37,2 persen. Terdiri dari sangat pendek 11,2
persen dan pendek sebesar 26 persen. Penanganan stunting terus diupayakan.
Tahun 2019 mendatang, lokusnya pada 60 desa di 6 kabupaten yaitu Lombok Barat,
Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Utara, Sumbawa dan Dompu. Untuk Stunting
kategori pendek, tertinggi di Sumbawa, Loteng dan Lobar. Rendahnya pendidikan
gizi di masyarakat juga berdampak pada angka kematian bayi. Meski setiap tahun
menurun, namun jumlahnya masih cukup banyak dan butuh keseriusan untuk
menurunkannya. Sepanjang tahun 2017, angka kematian bayi mencapai 929
bayi. Tahun sebelumnya secara berurutan 1.006 bayi, 1.056 bayi dan 2014
sebanyak 1.069 bayi meninggal dunia. Artinya, penurunan kematian bayi setiap
tahun tidak begitu signifikan.
Marilah kita bersama-sama membangun tradisi saling
menasehati, saling mengingatkan akan wajibnya melaksanakan perintah Allah ‘azza
wajalla, saling mengingatkan akan wajibnya meninggalkan seluruh apa yang
dilarang oleh Allah ‘azza wajalla. Dengan begitu, suasana masyarakat
islami yang taat pada hukum Allah ‘azza wajalla, salah satunya dengan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang halalan thayyiban terwujud dengan baik. Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar