Rabu, 29 April 2020

Finalisasi Corona Dengan IMANISASI dan IMUNISASI


Finalisasi Corona Dengan IMANISASI dan IMUNISASI

Islam datang dengan kesempurnaan nilai dan sistem. Segala sesuatu telah diatur begitu indah nan sempurna dalam dua warisan insan termulia Nabi Agung Muhammad Saw., yaitu al-Qur’an dan Hadits. Rasulullah Saw bersabda: “Aku telah meninggalkan dua perkara yang engkau tidak akan tersesat selama mau berpegang teguh pada keduanya, yaitu: Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya”. Kedua dasar ini laksana bintang gumintang yang menjadi penunjuk arah bagi para musafir. Barangsiapa yang memahaminya pasti dia tidak akan salah jalan. Allah telah memberi aturan-aturan yang lengkap jika kita mau renungkannya. Misalnya tentang sesuatu yang kita lakukan sehari-hari, yaitu makan. Allah Swt. Berfirman: “Hai para manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi”
Berangkat dari perintah Allah di atas, maka kita akan tahu bahwa segala sesuatu di bumi boleh dimakan, asalkan memiliki dua sifat, yaitu halal dan thayyib. Makna (Ø­َلاَلاً ) yaitu segala sesuatu yang cara memperolehnya dibenarkan oleh syariat. Serta wujud barangnya juga telah dibenarkan oleh syariat. Nasi, dari segi barang adalah barang yang dihalalkan syariat. Namun bisa jadi haram jika cara memperolehnya dengan cara mencuri. Dan khamer (miras) adalah barang yang sifatnya haram meski khamer itu dibeli dengan uang yang halal. Maka khamer itu akan tetap haram meski diperoleh dengan cara yang baik. Inilah makna dari (Ø­َلاَلاً ). Sedangkan lafadz (Ø·َÙŠِّباً ) Tayyib adalah lawan dari khabits atau menjijikkan. Adapun maknanya adalah perkara yang baik secara akal maupun fitrahnya. Misalnya mengkonsumsi nasi. Nasi menjadi thayyib karena dapat menguatkan tubuh manusia. Lalu bagaimana dengan khomer atau minuman keras?. Secara akal atau nalar, minuman keras itu buruk karena membahayakan manusia. Sehingga khomer bukanlah perkara yang tayyib namun khabits.
Kasus wabah virus corona yang menimpa dunia saat ini adalah bagian dari bencana non alam. Dalam perspektif ajaran Islam, bencana dapat dimaknai sebagai musibah yang bisa menimpa kepada siapa saja, kapan dan di mana saja. Musibah adalah keniscayaan yang harus dihadapi oleh setiap manusia dan sesungguhnya merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia. Berbagai peristiwa yang menimpa manusia pada hakikatnya merupakan ujian dan cobaan atas keimanan dan perilaku yang telah dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sebagai bagian dari bencana, maka kasus virus corona ini harus disikapi secara cepat dan tepat. Seluruh pihak harus memiliki kepedulian untuk terlibat aktif dalam pencegahan penyebaran virus ini. Walau penanganan bencana itu menjadi otoritas pemerintah, kita sebagai anggota masyarakat tidak boleh bersikap masa bodoh dan berdiam diri memikirkan diri sendiri. Sebagai seorang manusia harus saling tolong menolong satu sama lain, tanpa mengenal latar belakang suku, ras maupun agama. Sesama manusia kita harus memiliki sikap empati dan simpati kepada para korban, sehingga kita senantiasa menjauhkan diri dari sikap menghakimi dan menyalahkan korban. Dalam penyebaran virus corona, kita harus mampu menjadi pribadi yang bisa memutus mata rantai penyebaran virus itu. Secara bersama kita perlu membangun kesadaran, pemahaman dan sikap yang sama untuk secara aktif terlibat dalam mencegah penyebaran virus corona semakin meluas, sehingga semakin mempercepat wabah ini berakhir.
Ada dua hal penting yang harus ditingkatkan untuk dijadikan benteng pertahanan dari virus corona ini, yaitu IMANISASI dan IMUNISASI. IMANISASI, yaitu menguatkan iman bahwa segala sesuatu yang terjadi sudah ditetapkan oleh Allah swt sejak zaman azali, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tidak sempurna iman seseorang sehingga dia meyakini bahwa apa yang akan menimpa dirinya tidak akan pernah salah alamat kepada orang lain, dan apapun yang akan ditimpakan kepada orang lain dan bukan untuk dirinya sendiri tidak akan mungkin mengenai dirinya”. Iman yang kuat akan menuntunkan kita pada sikap hidup yang optimis dan yakin akan pertolongan Allah. Seorang muslim yang istiqomah dalam iman kepada Allah, maka akan ditiadakan rasa takut dalam dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Fushilat ayat 30: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata bahwa Tuhan kami adalah Allah dan mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka dan berkata; “janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati, dan bergembiralah kamu memperoleh surga yang telah dijanjikan kepadamu”
Iman yang kuat akan menuntun pula pada sikap sabar. Bersabar bagi seorang muslim hakekatnya adalah kesadaran bahwa keburukan yang terjadi pada dirinya adalah rahmat Allah dan selanjutnya dia akan berusaha untuk merubah kondisi buruk yang dihadapi sekarang untuk menciptakan kebaikan-kebaikan di masa yang akan datang. Kebaikan yang dilakukan tidak hanya setelah musibah terjadi, tetapi lebih dari seorang muslim akan berusaha semaksimal mungkin menciptakan kebaikan-kebaikan jauh sebelum musibah itu terjadi.
Setelah kualitas iman serta kematangan ilmu agama yang matang, maka hal selanjutnya yang perlu ditingkatkan adalah IMUNISASI. IMUNISASI, yaitu sesuatu yang bersifat lahiriyah jasmaniyah (medis), artinya bagaimana kita memelihara kesehatan fisik dengan cara rajin berolahraga, bergerak, bahkan seluruh anggota tubuh kita harus difungsikan dengan baik, mulai dari mulut dengan cara banyak membaca al Qur’an, berzikir, bershalawat, dan hal-hal baik lainnya sehingga nantinya akan berpengaruh tidak hanya pada penguatan diri tetapi akan bisa berpengaruh untuk menjinakkan virus corona yang sangat ditakutkan oleh dunia saa ini. Di samping itu, imunisasi diri secara material dengan mempergunakan alat-alat medis atau rempah-rempah yang ada di sekitar kita.  
Di samping IMANISASI dan IMUNISASI, diantara hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai seorang muslim dan sekaligus bagian dari anggota masyarakat dalam pencegahan wabah virus corona ini adalah sebagai berikut: Pertama, Mengisolasi diri, menahan diri untuk tidak beraktifitas dengan banyak orang. Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari). Hadits ini mengajarkan bahwa kita harus berusaha menghindari keburukan yang mungkin terjadi dari suatu wabah yang sedang berkembang di suatu wilayah. Mengisolasi dan menahan diri untuk tidak bertemu dengan orang banyak dan atau untuk tidak bepergian, terlebih ke daerah yang endemic merupakan suatu pilihan yang harus diambil oleh setiap muslim. Dengan kata lain, sebagai seorang muslim dituntut untuk mampu melakukan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana sehingga dapat mengurangi resiko bencana, terutama terkait korban manusia. Adapun terkait kegiatan ibadah di masjid atau musholla. Upaya pembatasan kegiatan ibadah berjama’ah dan pengajian di masjid atau musholla bukanlah untuk menjauhkan umat Islam dari masjid. Tetapi justru ini sebagai ikhtiar menjemput takdir Allah yang lain. Dalam sebuah hadits dari Imam Bukhori diriwayatkan bahwa Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilayah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” Mendengar hadits tersebut, Umar memilih kembali ke Madinah. Keputusan Umar sempat disangsikan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia adalah pemimpin rombongan yang dibawa Khalifah Umar. Menurut Abu Ubaidah, Umar tak seharusnya kembali karena bertentangan dengan perintah Allah SWT. Umar menjawab dia tidak melarikan diri dari ketentuan Allah SWT, namun menuju ketentuanNya yang lain. Jawaban Abdurrahman bin Auf ikut menguatkan keputusan khalifah tidak melanjutkan perjalanan karena wabah penyakit.
Dalam fatwa terbarunya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan hukum Tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Berdasarkan fatwa itu, hukum shalat Jumat saat terjadinya wabah itu tergantung kondisi seseorang dan suatu daerah. Misalnya, sebagaimana poin kedua dalam Ketentuan Hukum Fatwa tersebut, disebutkan, “Orang yang telah terpapar virus corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal. Baginya haram melakukan aktifitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tabligh akbar.”
Sementara, dalam poin ketiga, disebutkan bahwa orang yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan sejumlah hal terkait. Hal pertama, dalam hal seseorang itu berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia boleh meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat kediaman, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya. Sedangkan, dalam hal seseorang itu berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa. Seseorang itu juga wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.
Pada poin keempat Ketentuan Hukum Fatwa itu, disebutkan bahwa dalam kondisi penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat Jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran Covid-19, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim. Sedangkan pada poin kelima, Fatwa MUI menyebutkan, “Dalam kondisi penyebaran Covid-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat.” Pemerintah, menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan Covid-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.
Kedua, Saling menguatkan dan tolong menolong. Tidak ada seorang pun yang ingin tertimpa musibah, terjangkit virus corona. Tetapi tidak ada seorang pun yang bisa memastikan bahwa dirinya akan terbebas dari virus corona. Untuk itulah setiap orang, terlebih seorang muslim, harus mau untuk saling menguatkan dan saling tolong menolong satu sama lain, bahu membahu bagaimana menciptakan kebaikan berupa melakukan pencegahan agar virus corona tidak mewabah ke banyak daerah atau tempat, dan tentu berharap tidak semakin banyak memakan korban meninggal dunia. Saling bertukar informasi yang valid dan benar. Bahkan bila suatu saat akan dilakukan lockdown, maka setiap anggota masyarakat bisa saling memberi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Bukan sebaliknya malah memanfaatkan kondisi bencana untuk meraup keuntungan pribadi. Al-Qur’an tegas mengajarkan kepada kita: “… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah: 2)
Mudah-mudahan kita tetap dalam iman kepada Allah, jangan panik dan terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kita berdoa semoga dengan adanya wabah corona, menjadikan pihak-pihak yang menutup mata atas kebenaran Islam segera terbuka mata hatinya dan mendapat hidayah keislaman. Korban-korban wabah ini –jika ada yang muslim- yang ditakdirkan meninggal semoga husnul khotimah. Masyarakat umum khususnya muslimin dan muslimat semoga terselamatkan dari hinggapan wabah ini. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

Download Buku Kumpulan Materi Ceramah dan Khutbah Ramadhan

   Sambut Ramadan 1445 H, Kementerian Agama merilis buku Syiar Ramadhan Mempererat Persaudaraan. Buku ini memuat sejumlah materi Kuliah Tuju...