Rabu, 13 Mei 2020

Pengalaman Menulis di Penerbit Mayor


Pengalaman Menulis di Penerbit Mayor
oleh: Hasanuddin

Alhamdulillah, dipanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis khususnya sehingga bisa mengikuti perkuliahan online selama bulan Ramadhan, selama Pandemi Covid-19, dan selama WFH (Work From Home).

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia melaksanakan ajarannya dan mudah-mudahan kita semua mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir.

Adapun jadwal, narsum, dan tema kita pada hari ini adalah sebagai berikut:
No
Hari/Tanggal
Nara Sumber
Tema
1
Rabu, 11 Ramadhan 1441 H/4 Mei 2020 M
Drs. Ukim Komaruddin, M. Pd

Pengalaman Menulis di Penerbit Mayor



            Pemateri kita kali ini, yaitu Bapak Ukim Komarudin. Beliau mengawali materinya dengan menyampaikan bahwa menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya, lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa khawatir terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Bapak Ukim Komarudin mempertegas lagi bahwa  “Pokoknya Menulis dan Tiada Hari Tanpa Menulis”. Menulis adalah Kubutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang “saya” dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya. Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian.

Apa yang beliau sampaikan betul-betul sangat sederhana dan sangat memotivasi kita. Dengan demikian, terlintas dipikiran saya akan menulis apa saja dan apa adanya, mulai termotivasi, muncul dipikiran ide-ide, sepertinya banyak hal yang bisa saya tulis tentang apa yang saya lihat dan saya alami. Kembali lagi apa yang disampaikan Bapak Ukim Komarudin.

Pada suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik oleh orang-orang terdekat, yang dalam hal ini adalah teman-teman guru. Satu dua dari mereka berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Kata mereka juga tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dan sebagainya. Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian.

Ada beberapa kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran orang dewasadari anak-anak cerdas yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut: Menghimpun Yang Berserak. Sebuah  usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain.

Sampai suatu saat Bapak Ukim Komarudin mempunyai kesempatan untuk menerbitkan hasil karyanya di salah satu penerbit yang kebetulan Bapak Ukim Komarudin menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolahnya. Pada proses penerbitan buku Bapak Ukim Komarudin diinterview, di mana dalam kesempatan interview itu Bapak Ukim Komarudin banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku. Namun, seiring berjalannya waktu akan diterbitkannya buku tersebut terlintas sebuah pertanyaan besar, apakah buku yang berjudul: “Menghimpun Yang Berserak” akan laku di pasaran? Kalau sudah ada, apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya?  Untuk kepentingan pasar, apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian? Saat inilah Bapak Ukim Komarudin merasakan kurang nyaman dan mulai merasa terpenjara.

Pada suatu hari Bapak Ukim Komarudin bertemu dengan seorang teman yang sudah menjadi  penulis. Dikatakanlah bahwa apa yang dialami Bapak Ukim Komarudin adalah sebuah pengalaman yang sangat baik dan patut disyukuri. Dalam proses menulis sampai menerbitkan buku harus melibatkan tim agar tulisan yang kita buat sampai kepada pembaca. Tim yang dimaksud adalah editor. Editor adalah garda depan yang menentukan naskah itu layak tidaknya diterbitkan. Tim berikutnya adalah seorang yang membidangi bagian gambar sampul, layout, ilustrasi foto, tata letak, dan lain sebaginya. Tim inilah yang akan menyukseskan karya kita.  

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berusaha untuk menulis setiap hari dengan menulis apa saja dan apa adanya. Dan hendaknya menjadikan pekerjaan menulis setiap hari itu sebagai suatu kebutuhan.

0 komentar:

Posting Komentar

Download Buku Kumpulan Materi Ceramah dan Khutbah Ramadhan

   Sambut Ramadan 1445 H, Kementerian Agama merilis buku Syiar Ramadhan Mempererat Persaudaraan. Buku ini memuat sejumlah materi Kuliah Tuju...