S
|
ejenak
saya mengajak kita semua untuk flashback ke zaman Rasulullah saw, dimana
pada waktu itu para sahabat ra masih meminum khamer. Bahkan, untuk mengharamkan
khamer tersebut dibutuhkan tiga tahapan. Pertama, awalnya khamer
dibolehkan. Hal ini terdapat dalam QS. An Nahl: 67, “Dan dari buah korma dan
anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang
yang memikirkan”. Kedua, turun ayat untuk menjauhkan khamer karena
mudaratnya lebih besar dibanding maslahatnya. Hal ini terdapat dalam QS. Al
Baqarah: 219, Mereka bertanya kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah:
“pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Ketiga, khamer
diharamkan secara tegas. Hal ini terdapat dalam QS. Al Maidah: 90, “Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) kamer, berjudi, (berkoran
untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan”.
Dan
ketika turun ayat tentang pengharaman khamer secara mutlak, maka sebagaimana
diceritakan oleh Anas bin Malik, ketika itu ayah tirinya Abu Thalhah bersama
Abu Ubaidah dan Ubay bin Ka’ab sedang duduk dan Anas menuangkan khamer untuk
mereka. Namun, disampaikan kepada mereka bahwa khamer telah diharamkan,
seketika Abu Thalhah berkata kepada Anas bin Malik, “Berdirilah wahai Anas dn
tumpahkanlah khamer ini, maka sayapun menumpahkannya”. (HR. Bukhari).
Itulah
potret ketakwaan yang dipertontonkan oleh para sahabat. Ketakwaan yang
menghasilkan sikap istijabah, yaitu sigap dan cepat menjalankan syariat Allah
swt. Lalu timbul pertanyaan kepada kita, apakah Ramadhan sudah mampu
memperbaiki istijabah kita terhadap wahyu? Tentu, kita sendiri yang akan
menjawabnya dengan perubahan sikap dan tingkah laku pasca Ramadhan ini.
0 komentar:
Posting Komentar